“Siapa yang Jahat? Entar Ibu Pukul”
Pernah gak sih waktu kita kecil, kita dengar ibu kita dulu mengatakan hal tersebut?
Contoh kasus:
Ketika kita sedang berlari-lari mengitari ruangan rumah kita, lalu kita terjatuh dikarenakan tersenggol meja, yang membuat kita merintih kesakitan sehingga membuat kita menangis. Melihat kejadian itu, sontak ibu kita menghampiri dan mengkhawatirkan keselamatan kita. Melihat keadaan kita yang sedang mengusap-usap kaki, ibu mengambil alih dengan memberikan pertolongan pertama untuk kita. Sambil mengobati kita, ibu bertanya:
Ibu : “Kamu kenapa nak?”
Kita : “Jatuh buk.” *Jawab kita sambil terisak-isak
Ibu : “Siapa yang jahat?”
Kita : “Itu…” *Sambil menujuk kearah meja
Sambil berjalan menuju meja ibu berkata:
Ibu : “Ini ya yang jahat? Ibu pukul yaa… *Sambil memukul meja dengan tangannya
Ibu : “Udah ibu pukul mejanya, kamu jangan nangis lagi yaa…”
Setelah itu, kita kembali tersenyum seraya berusaha menghentikan tangis.
Lucu yaa…
Begitulah cara ibu kita dulu untuk menghibur kita, dan membela kita anaknya. Namun alangkah baiknya jika cara tersebut lebih disempurnakan lagi, agar tidak menimbulkan didikkan yang salah.
Mengapa Saya katakan demikian?
Dengan didikkan seperti itu, membuat anak merasa terlindungi dan merasa selalu dalam situasi yang benar. Jika cara ini dilakukan terus menerus, maka si anak tidak akan bisa mengintrospeksi diri, dan cendrung menyalahkan pihak diluar dirinya.
Mungkin kalimat yang tepat untuk diucapkan kepada anak adalah:
Ibu : “Lain kali kamu harus hati-hati ya nak, sini kakinya ibu obati.”
Bukankah itu lebih baik?
Disini Saya tidak bermaksud untuk menggurui Sobat semua, Saya hanya introspeksi diri dan menyadari bahwa yang diajarkan ibu Saya diwaktu lampau adalah salah. Dan Saya bermaksud untuk memperbaiki diri Saya agar lebih baik lagi. Ibu kita gak salah kok, hanya kurang tepat saja cara yang diterapkannya. Sebagai makhluk yang berakal, kita harus bisa memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik. Jika terlanjur melakukan perbuatan yang tidak baik, maka akuilah bahwa itu tidak baik dan perbaiki. Bukan seperti pejabat kita, dia tau bahwa dia berada dipihak yang salah, karena terlanjur malakukannya dan malu untuk mengakui kesalahannya tersebut dia tetap berpegang teguh dan berusaha untuk membela diri agar terlihat benar.
Semoga apa yang Saya sampaikan ini bisa kita petik hikmahnya. Jika Sobat semua punya pendapat lain, Saya siap untuk menampungnya bagaikan gelas yang kosong.
Happy Blogging
Aaakk aku ingat ayah ku kdang gitu tp ntar dinasehati klu emang aku yg ga liat jalan wahaha. Setuju kak 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
🙂
Syukur deh
SukaSuka
ok siip 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Sepakat. Biasanya kalo Za jatuh trus nangis, saya peluk sambil usap kakinya yang lecet sambil bilang “Ga boleh nangis, salahnya sendiri loh ya ndak lihat jalan, sembuh wes sembuh”, pakai tiup-tiup biar dikata ibuperi bisa nyembuhin luka 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
Hehe ide bagus tuh… Dapat ilmu baru nih…
Trims ya Kakak peri 🙂
SukaSuka
Assalaamu’alaikum wr.wb, Rahman…. begitulah sang ibu selalu mahu menenangkan hati anaknya. Dua-dua situasi itu saya lakukan kepada anak-anak. Tidak ada bedanya dengan cara emak saya semasa saya kecil dahulu. ia seperti perkara yang sama diulangi kerana pengalaman kita melihatnya begitu. Ibu-ibu akan datang juga mungkin berbuat seperti itu. Salam sejahtera dari sarikei, Sarawak.
SukaDisukai oleh 2 orang
Terimakasih atas kunjungannya kak
SukaSuka
Aku pernah diginiin gak ya… Kayanya engga hahaha. Dulu waktu aku belajar naik sepeda dan jatoh berkali2 terus luka, mama cuma bilang : gakpapa, bangun lagi, naik lagi sepeda nya sampe bisa.
Hahaha tapi tulisan mu aku setuju kok. Jangan hanya sebatas menyalahkan sesuatu, tapi diingatkan juga ke anaknya👌
SukaDisukai oleh 1 orang
Siip… Makasih Kak atas masukan dan kunjungannya 😀
SukaSuka