Sekali Lagi, Terselamatkan Oleh Maut

*Cerita ini akan sangat panjang,
mumpung masih ingat kronologi kejadiannya 🙂

Ada banyak momen yang terjadi dikehidupan kita, baik itu momen yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Kali ini Saya ingin menceritakan sebuah momen dramatis yang pernah Saya alami beberapa bulan yang lalu, tepatnya kalau tidak salah sekitar tanggal 26 – 28 September 2016 lalu. Ceritanya gini, pada bulan agustus 2016 lalu Saya putuskan untuk berangkat ke Kalimantan barat untuk membatu bibi berdagang disana. Dagang keliling Kalbar ini adalah pengalaman yang berharga buat Saya. Kegiatan ini pernah Saya posting pada artikel “Dagang Keliling Kalimantan Barat“. Nah… pada waktu itu ada event peresmian tempat wisata baru yang ada di Kalimantan Barat tepatnya di Kabupaten Kayong Utara. Tempat wisata tersebut berlokasi di sebuah pantai yang sangat sejuk dan masih sepi, karena lokasinya yang berada jauh dari pusat kota. Jadi pada kegiatan itu, kami menyewa stand untuk jualan selama acara berlangsung. Karena jarak dari rumah ke tempat ini lumayan jauh, jadi kami berangkat lebih awal sebelum hari H. Sangking awalnya, lokasi event-nya aja belum dipersiapkan oleh panitia, yang ada hanya tenda polisi yang berdiri kosong tengah lapangan event. Karena tenda dari panitia belum dibangun, jadi untuk sementara waktu kami menginap didalam tenda polisi. Tenda yang lumayan besar ukurannya, seperti tenda yang biasa digunakan untuk evakuasi korban bencana alam (tenda peleton).

Pantai Pulau Datok | Kayong Utara – Kalimantan Barat

Karena belum ada yang bisa dilakukan, jadi kami isi waktu luang dengan berjalan mengitari lokasi wisata yang nantinya akan diresmikan oleh Bapak Presiden kita Joko Widodo.
Waktu itu hari jum’at disore hari yang lumayan panas, Saya dan teman-teman memutuskan untuk menulusuri pantai. Saya dan teman-teman berjalan menuju laut, sambil mencari kepiting, karena ada beberapa teman yang baru pertama kali melihat laut, jadi mereka terlihat katro gitu hehe. Mereka sangat antusias sekali mengejar kepiting, hingga mereka lupa kalo kepiting punya dua capit.
Tidak terasa gerimis pun turun tapi panasnya masih ada, karena kami sangat asik, hingga tidak menghiraukan hujan panas tersebut. Teman Saya mengajak untuk berjalan ketengah menuju palung, yaa Saya sih ikut saja. Jarak kami dari bibir pantai kira-kira 100 meter, tapi kedalaman air masih setinggi dada kami. Kami terus berjalan ketengah sambil berlari mengejar satu sama lain, apalagi teman-teman Saya yang katro itu hehe.

Langkah kami terhenti ketika Saya berteriak kesakitan karena Saya merasa ada sesuatu yang menyerang kaki Saya. Saya merasa sesuatu tersebut melintas diantara kaki dan bergerak menuju lengan kanan Saya dan dia berputar-putar beberapa kali hingga akhirnya melompat pergi.
Mungkin kehadiran kami mengusiknya hingga dia melakukan perlawanan. Dia tak hanya melintasi kaki dan tangan Saya aja, dia meninggalkan bisanya disepanjang area yang dilaluinya. Hingga hewan itu pergi dan meninggalkan jejaknya, Saya masih menerka-nerka apa sebenarnya hewan itu. Persetan dengan apapun hewan tersebut, jejak yang ditinggalkannya sangat perih dan Saya berusaha melepaskan jejak tersebut yang menempel di Paha dan pergelangan  hingga siku tangan kanan Saya. Perihnya itu seperti besi panas yang ditempelkan pada kulit kita… Iya perihnya itu melepuh banget rasanya.

Sebelum Saya hilang kendali dan karena masih berada ditengah laut, sebisa mungkin Saya lepaskan bisa yang menempel erat tersebut sambil berjalan kearah pantai. Ingin rasanya berlari, tapi karena kedalaman air masih setinggi dada manghalangi kaki Saya. Sesekali Saya berhenti untuk menganggat kaki kanan Saya yang ternyata juga ditinggali jejak oleh hewan tersebut dan berusaha untuk melepaskannya menggunakan tangan. Teman-teman lain kebingungan dengan yang terjadi pada diri Saya, mereka juga ikut berjalan menuju pantai.

Setibanya dipantai, Saya masih berusaha melepaskan jejak tersebut yang menempelnya terlalu kuat dan masih banyak bercak-bercak yang tertinggal. 20 meter dari bibir pantai Saya terus berjalan menuju keran air untuk membersihkan sisa-sisa bisa yang menempel pada pergelangan tangan Saya. Efek pertama yang Saya rasakan setelah bisa tersebut masuk ketubuh Saya adalah tulang punggung Saya lumpuh yang membuat Saya tidak dapat berdiri dengan kuat. Lalu dengan suara yang lirih Saya panggil teman untuk meminta bantuannya memapah tubuh ini menuju tenda.
Sesampai ditenda, Saya membuka baju dan celana dan menggantinya dengan kain sarung yang diberikan bibi Saya waktu itu. Beliau sangat cemas malihat keadaan Saya yang hanya bisa terbaring lemah. Beliau mengajak Saya untuk segera dirawat ke puskermas terdekat, namun Saya menolak karena Saya merasa masih mampu untuk menahannya dan tidak ingin membebani siapapun yang berkaitan dengan keuangan.

Saya hanya bisa terbaring lemah sambil merasakan bisa tersebut mulai menguasai sebagian besar tulang dan persendian pada tubuh ini. Semakin lama semakin menyiksa hingga membuat denyut jantung ini perlahan melemah dan pandangan semakin gelap.
Sore itu telah berganti malam dan kondisi tubuh Saya masih lemah, dan beberapa orang bergantian datang untuk melihat keadaan Saya. Ada beberapa masyarakat disana yang juga ikut menjenguk Saya, mereka mengatakan bahwa mereka pernah mengalami hal yang sama dan mereka menyebutkan bahwa hewan yang menyerang Saya bernama “Ampai”. Sejenis ubur-ubur yang memiliki bisa yang sangat ganas. Setelah Saya telusuri, ubur-ubur itu bernama “Box Jellyfish”.

Melihat keadaan Saya yang semakin parah, mau gak mau harus ada tindakan lanjut. Malam itu Saya dibawa ke puskesmas terdekat, namun sayangnya gak sedekat yang kalian bayangkan. 40 menit kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk tiba dipuskesmas setempat, dan Saya langsung dibawa keruangan yang didalamnya terdapat kasur khas puskesmas yang sedikitpun Saya agak pernah bercita-cita untuk berbaring diatasnya.
Selanjtunya perawat menyuruh Saya membuka pakaian, idiiih mentang-menang tak berdaya, perawat itu melucuti pakaian Saya, emangnya Saya cowok apan. Demi kesembuhan, Saya lakukan aja yang ia perintahkan. Lalu perawat tersebut memerintahkan untuk segera menyediakan cuka makan, yang katanya untuk menetralisir bisa pada bekas luka dipergelangan tangan Saya.

Setelah cuka tersebut disiram pada belas luka, Saya menerima dua kali tusukan oleh perawat lainnya menggunakan alat yang mereka sebut suntikan. Sebelum mereka pergi meninggalkan ruangaan, salah seorang berpesan bahwa Saya harus menunggu hingga dokter yang akan menangani Saya datang.
Lumayan lama Saya menunggu dan akhirnya dokter tersebut masuk dari pintu utama menuju kasur yang Saya tumpangi, dengan wajah lesu dan penuh kekecewaan dia berkata bahwa Puskesmas tersebut tidak bisa menangani hal yang menimpa pada diri Saya ini. Buset dah.. udah nunggu lama, malah gini hasilnya. Dia berkata bahwa bisa yang menyerang tubuh Saya ini sangatlah ganas. Menurut cerita warga yang kebetulan berada dipuskesmas tersebut dan melihat kondisi bekas luka yang Saya dapati, penyakit ini memang tidak bisa diselesaikan dengan medis. Mereka juga menyarankan untuk berobat alternatif dengan beberapa orang yang mereka sebutkan. Mereka juga bercerita bahwa sudah banyak orang yang meninggal akibar serangan ubur-ubur ini. Ya elah bukannya dihibur, malah ditakut-takuti…

Akhirnya Saya turun dari kasur dengan kondisi badan yang sangat lemah, sehingga harus menggunakan bantuan kursi roda. Ya Allah itu pengalaman pertama Saya didorong oleh kursi roda. Seolah-olah Saya bisa merasakan bagaiman rasanya menjadi orang-orang yang selama ini menghabiskan waktunya diatas kursi roda.
Akhirnya Saya tiba kembali didalam tenda polisi yang kami tempati sementara waktu. Ya elah.. acara belum mulai, tapi Saya udah menderita seperti ini.
Selama 2 x 24 jam Saya gak bisa tidur, hanya bisa ternaring lemah dengan menahan rasa nyeri yang timul di berbagai titik pada tubuh Saya, terutama pada bagian tulang belakang dan sendi-sendi.

Ini adalah foto penampakan bekas yang ditinggalkan akibat tentakel ubur-ubur yang ditinggalkan pada kulit Saya ini. Foto ini diambil sehari setelah peristiwa diserang ubur-ubur tersebut.

Pada hari pertama gak kepikiran buat foto, karena lebih penting mempertahankan roh ini agar tetap stay pada jasad ini. Sebagai gambara, pada hari pertama pergelangan tangan Saya bengkak yang amat besar dengan bekas luka yang sangat merah.

Dibawah ini kira-kira beberapa hari setelah diserang ubur-ubur. Bekas lukanya mulai mengering hingga membentuk koreng gitu, tapi anehnya gak bisa dikelupas layaknya koreng bekas luka biasa. Koreng ini seolah menyatu degan kulit, bahkan digarukpun gak terasa keberadaan koreng ini.

Nah kalo yang ini korengnya udah hilang dengan cara yang misterius. Kenapa, karena korengnya bukan terkelupas melainkan memudar dan lama kelamaan hilang. Korengnya hilang, hanya saja timbul rasa gatal yang teramat sangat dan muncul mengkak disepanjangan area luka. Rasa gatal ini sangat menyiksa hinga kira-kira 2 minggu lamanya.

Itu adalah kondisi bekas lukanya.
kalo kondisi tubuh Saya berangsur membaik juga dengan fase 2 hari setelah diserang ubur-ubur itu tubuh Saya lemah total, duduk sebentar buat minum aja rasanya tulang punggung Saya lepas dari ruas-ruasnya dan lutut ini sangat sakit dan tidak bisa difungsikan seperti biasanya. Memasuki hari ketiga hingga seterusnya tulang ini mulai membaik hingga 2 minggu. Diminggu selanjutnya kondisi sudah membaik. Selama dua minggu Saya gak mandi, hanya bilas-bilas aja dan selama sakit Saya dapat pantangan yang aneh sekali, yakni Saya tidak boleh disentuh oleh wanita siapapun dia. Jika dilanggar, sakitnya akan bertambah parah.. Aneeh sekali…

Hingga sekarang bekas luka itu masih ada, padahal Saya udah pake handbody untuk membuat bekas lukanya tersamarkan.  Tetapi dibagian tertentu bekas luka itu masih tampak. Setiap kali Saya melihat belas luka ini, mengingatkan Saya tentang satu hal yakni “Kematian itu sangatlah dekat.”

Happy blogging…